Perbincangan di Sore yang Cerah…

Di suatu sore di belahan kota el-Sadr, Aku sedang membaca sebuah surat kabar harian di Mesir. Di sampingku, Aisya sedang menata bukunya diatas meja bundar yang terbuat dari kayu. ”Fahri, Aisya, sudah lama kalian menunggu ya, maaf, lama aku mencari-cari gelas, ternyata ada di rak dapur. Ini ku sajikan tamar hindi buat kalian”. ”Oiya Fahri, boleh sebantar aku bertanya?” Maria mengawali perbincangan sore itu. Aku mengangguk sambil khusyuk membaca koran. ”Kenapa kau selalu tak ada di tempat saat sabtu sore padahal aku mau menemuimu? Aku masih tampak tak acuh. ”Fahri, aku bertanya seruis”...tegas Maria. Dengan nada tegas itu Aku terperanjat dan segera manjawab: ”oh, Aku memang punya jadwal khusus tiap sabtu bada magrib. Namanya liqo” (sama dengan talaqii gak ya?). ”Lho, kamu tega ya gak ngajak kami berdua?” Maria agak kecewa sambil menatap Aku dan Aisya berurutan.. ”kan peserta liqo yang hanya se gender Maria. Ikhwan ya sama ikhwan dong”. ”Memang aku tak boleh ikut?” Maria masih penasaran. ”Untuk akhwat yang ada juga khusus, Maria” jawab Aisya menenangkan. ”Memang Aisya juga ikutan?” Kini tatapan Maria serius pada Aisya. Didahului senyum indah Aisyah menjawab: ”Ya pasti Maria, aku juga tak ingin ketinggalan dari Fahri”. Kau tahu Nurul khan, temen Fahri yang dari Indonesia. Ia juga bersama kok belajar denganku”.


Maria melanjutkan: ”Lho kok aku belum tahu sebelumnya Fahri?” Sambil mengangkat cangkir berisi .... Aku berkata: ”Ya memang ada beberapa istilah yang dipakai. Misalnya Liqo, Kamu tahukah arti istilah ini?” ”Sebentar Fahri...”, kini Maria terlihat berfikir memutar otak. ”Fa man kaana yarjuu liqooa rabbih falya’mal amalan shalihan walaa yusyrik biibadati rabbihi ahada. Betulkan Fahri?” Wah Maria hafal ayat Quran tersebut rupanya. Maria memang sudah hafal ayat tersebut karena paling sering terlihat saat menghafal surat Alquran favoritnya, Maryam. Dan ayat yang ia baca hanya terpaut satu ayat sebelumnya (AlKahfi 110). Secara lughawi sama artinya dengan kata di ayat tersebut. Kalau sahabatku di Jakarta mereka menyebutnya ”pekanan”. Di Bandung beda lagi, ”mentoring”. Di Madinah saat aku berkenalan dengan salah seorang mahasiswa Malaysia istilahnya ”halaqoh”. ”Kalau adikmu di jawa itu apa istilahnya Fahri?” Aisya memotong seakan tertarik dengan bahasan ini. ”Oo, iya namanya lain lagi, ”usroh” adikku bilang. Hanya merek saja yang berbeda”. ”Forum liqo itu mengkaji islam kan?”,”Kamu pintar sekali Maria!” Sambutku. Nah selain materi keislaman, ada pula penjagaan ruhiyah agar kita terhindar dari futur. Tapi Menurutku lebih banyak ruang untuk curhat dan merekatkan ukhuwwah dengan saudara yang lain Fahri”, tangkas Aisya menambahkan.

Maria terlihat mengingat sesuatu, kemudian”:Aku pernah lihat sekelompok mahasiswa laki-laki sedang jalan-jalan ke bukit Sinai tampak erat persahabatan mereka itu, apa itu forum yang sama juga?” Tanya Maria. ”Betul sekali Maria, tidak hanya ’duduk duduk melingkar’ liqo itu banyak pula metodenya, ada rihlah, program sosial, mabit atau sekedar menikmati makan bersama sama.”

Aisha bertanya; ”kalau temen-temen seflatmu ikut liqo juga tidak? ”Alhamdulillah, mereka ku pertemukan kepada Ustadz Jalal untuk mendapat Kajian Islam” Jawabku singkat. ”Oh pantas saja mereka itu susah untuk dipisahkan satu sama lain. Kue hadiahku hampir saja basi karena harus menunggu Misbah yang pergi karena ada urusan”Maria agak menggerutu. ”Ya, itu memang salah satu pertimbangan meraka saja Maria, bagi sesama muslim memang itsar (mengutamakan teman) merupakan puncak dari ukhuwwah islamiyyah.” Tambah Aisya

”Nah, kalian sendiri tahu dari mana calon pengajar yang mengajari di liqo itu?”. Maria yang seakan haus ilmu ini bertanya lagi. Aku menjawab: ”itu namanya Murobbi (untuk laki-laki) dan Murobiyah (untuk wanita). Mereka ini orang orang biasa yang hanya dalam pendalam ilmu lebih tinggi dibanding kita (disebut mutarobbi), mereka juga punya kelamahan seperti kita tetapi bukankah kemuliaan seseorang dalam ilmu dihormati dalam islam. Terus bagaimana menurtumu Maria syarat orang-orang seperti itu?”. ”Dari penuturan kalian ya; kusimpulkan antara lain satu gender, punya hafalan quran lebih banyak, wawasan lebih luas, umur lebih dewasa, punya skill komunikasi! betul gak Aisya?” ”Ya tepat Maria” jawab Aisya dengan tersenyum bangga, hanya ada satu syarat mutlak yang terlewat!” ”Lho, apa itu Aisya?” tanya Aku heran; Mereka itu harus beragama islam...

”Oiya Fahri, saya belum tahu kenapa sistem liqo cenderung rahasia dan apakah ada contohnya dari Rosulullah?”Kini Aisyah yang giliran nanya. Dengan nada tenang kujawab: ”Baik, kalian tahu sirah nabawiyah kan? Bagaimana saat rasul mebina Kaum Muslim saaat dakwah sembunyi sembunyi?. Dimana mereka belajar Islam?” Maria dengan antusiasnya menjawab: ”Di rumah sahabat Rasullulah Arqam bi Abil Arqam dengan kondisi gelap dan jauh dari keramaian para Pemuka Quraisy!”. ”Ya tepat, kalau kondisi dakwah islam belum menyeluruh maka pasti harus dirahasiakan. Nah Saat rasul di Madinah pembinaan semacam ini sering ditemui di masjid Nabawi, bahkan bukan hanya rasul yang membina, tetapi para sahabat hasil binaan rasul juga, sampai masa sahabat dan tabiin seperti itu”. Ya, tentu urusan perseorangan yang menyangkut individu harus tetap dijaga ke-’amniah’annya. Kurasa baik di Mesir maupun di negara asalku; indonesia sudah tidak masalah dengan forum kajian islam ini. Khususnya di kampus-kampus. Setiap ada Lembaga dakwah kampus, hampir bisa dipastikan memiliki sistem pembinaan Liqo ini.

”Fahri, jujur aku iri sama kalian, Ah aku mau ikut liqo sekarang juga, kemana aku cari .....siapa itu? kok aku lupa ya Fahri”. ”Murobiyah??!, nampaknya Aisya lebih tahu Maria”, jawab Aku sambil berpindah pandangan ke Aisya. Wajah Aisya kini semakin sumringah ”Wah subhanallah Maria, kamu ikut saja aku besok pagi ku kenalkan pada pembimbingku di sana sekalian ketemu sama Nurul, insya allah kamu bisa gabung kok!”. Maria tampak senang dan Aisya dan Aku sangat senang dengan itikad baik Maria ini, sampai mata Aisya berbinar air mata, mengkilau saking terharunya. Di tengah perasaan haru karena bahagia itu Aku menambahkan, ”sebantar Aisya, Maria saya ingin memberi tahu hal lain yang cukup penting yang harus kalian ingat?” ”Apa itu Fahri?” Tanya Maria dan Aisya serentak sambil menyimak. Beberapa kalangan ummat islam ada yang masih belum sregh dengan metode ini karena menurutnya cenderung ke arah politik atau partai tertentu, sedangkan mereka jelas jelas tak ingin dekat-dekat dengan urusan politik”. Aisya sambil mengusap air matanya menegaskan ”Oh tentu saja Fahri aku ingat, bukankah justru partai islam itu juga merupakan salah satu sarana dakwah kita Umat Islam, sama seperti liqo ini, begitu menurutku. Lagi pula konsep liqo ini sudah ada sebelum partai islam dan Ormas-Ormas itu berdiri, malah sistem partai islam yang mengadopsi kebaikan sistem liqo ini khan?” Seketika Maria menyahut, ”jadi kenapa gak kita jelaskan hal-hal tersebut pada mereka.?” Kujawab saja:”Itulah tugas kita bersama. Hendaknya kita memberi contoh yang baik dengan mengikuti kajian ini. Jago pidato karena sering dilatih diskusi, prestasi meningkat karena di sana ada sharing ilmu, ruhiyah mantap serta menjadi pandai mengelola waktu. Maria agak Kaget ”Aku baru ingat Aisya, mulai pekan depan hari ahad pagi aku bakal ada urusan kerja di Kedutaan, katanya program sosial pekanan, bisakah aku tetap ikut kajian liqo?” Aisyah menenangkan ”ah tenang Maria, jadwal liqo itu justru sangat fleksibel. Kita bisa bertemu ya saat waktu yang disepakati bisa datang semua anggotanya. Asal kamu memberikan alasan yang kuat, insya allah semua temen-temen memahami dan kita bisa ganti jadwalnya”.

”Maaf Fahri, Aisya, satu pertanyaan lagi dariku! Apakah kalian juga ”dipertemukan” karena efek dari sistem liqo ini?” Aisya dan Aku saling memandang dan tersenyum. Dengan datar kubilang ”Itu sih salah satu takdir Allah saja Maria. Mencari jodoh itu tak harus sama murobbi. Tapi kalau kita belum banyak tahu tentang lawan jenis dan takut calon yang belum siap atau malah sudah dikhitbah,. Murobbi bisa membantu. Paling tidak mengetahui siapa yang sudah siap dan belum dikhitbah sama orang lain”. Aisya menambahkan ”tapi yang namanya jodoh tetap saja Rahasia Allah. Mereka hanya membantu tidak jadi penentu. Selamanya jodoh itu di tangan Allah. Dan setiap makhluk di dunia ini punya jodohnya masing-masing seperti...”,”Sebentar Aisya!!!”, potong Maria. ”Rasanya aku tahu lanjutan kata-katamu itu. Seperti Mesir yang berjodoh dengan sungai Nil...”

Memang bukan salah satu bagian Novel, hanya menemukan ide penyampaian yang baru. Mohom maaf kalau ada kesalahan dalam penyampaian. Afwan sekali ke Kang Abik, karena telah lancang mengambil peran2 nya

Antara Kampus Gajah, Mesjid Salman dan Sungai Cikapundung

1-2 April 2008

Revisi 3 April 2008

Mang Utis a.k.a Maman Abdul Rohman