Usroh, Forum Ukhuwah

Usroh*, Forum Ukhuwah
Oleh Maman Abdul Rahman**

Malam itu, isya sudah sangat menjelang. Ketika senyum-senyum hangat saling bersapa mesra. Disebuah lorong kecil di bilangan Jalan Juanda, Dago Bandung. Tak banyak yang sempat dilakukan. Hanya beberapa sambut salam, dan tegur-tegur ringan. Ringan sekali, seperti ringannya hati mereka ketika perjumpaan itu bermula.

Kemudian tanpa kata, jiwa-jiwa mereka saling mengajak-ajak, memenuhi seruan (baca: Adzan) yang dulu pernah dikumandangkan begitu syahdu oleh Bilal bin Rabbah. Tak ada kata, tapi begitulah jiwa-jiwa itu berkomunikasi.

Lepas isya, para pemuda itu mulai mengatur posisi, bersila berlingkaran. Di pondokan salah seorang diantaranya. Jumlah mereka sedikit sekali. Hanya enam orang. Dibuka oleh seorang diantarnya, dengan pujian kepada Rabb mereka. Syukur atas segala yang telah diadakan-Nya. Lalu shalawat atas seseorang yang begitu istimewa ada di hati mereka: Rasulullah SAW. Selanjutnya ada yang menyelusup segar, ketika lantunan ayat-ayat Allah di perdengarkan bergiliran oleh mereka berenam.

Suasana mulai cair ketika sang pembimbing mulai bertukar kabar dengan semua mereka. Ada banyak sudut senyum berparade di sana, dan lebih banyak lagi yang kemudian mekar menjadi tawa. Senyum-senyum itulah yang kemudian langsung berbuah semangat bagi yang lain, saking menyemangati. Karena tak pernah ada yang menyembunyikan ilmu tentang kebaikan diantaranya.

Kajian utamanya singkat saja. Tapi setelah itu mereka mendiskusikan banyak hal. Tentang dunia islam dalam bahtera yang sama-sama mereka bawa, tentang agenda kerja hari-hari selanjutnya dan sedikit tentang dunia.

Sampai di sini agenda charging ilmu dan motivasi mulai menunjukkan tanda-tanda kecukupan. Sampai di sini meski sering bertemu, rindu-rindu pekanan atas mereka sudah mulai terobati. Sampai di sini sudah mulai ada, terfikir beberapa daftar perbaikan atas apa yang mereka sadari dari kelebihan yang lain: seputar ibadah, dan urusan kerja di dunia dan kerja dakwah pastinya.

Maka tersebutlah enam pemuda itu dari latar belakang yang berbeda, dari latar lingkup kerja yang berbeda. Hanya saja mereka ada dalam satu bahtera yang sama. Ada mas Arno yang tak hanya sanguinis tapi melankolis abis. Dialah pembimbing, penasihat utama bagi keluarga kecil itu, dialah sang mentor, dialah sang murabbi, dan dialah yang lebih berlaku sahabat dekat bagi semua. Stok motivasinya… wuih buanyak sekali!!! Lalu ada Arul, dialah pemimpin umum bahtera dakwah itu. Orangnya setengah, setengah koleris setengah melo (melankolis). Jagoan organisasi, jagoan negosiasi, jagoan meluluhkan hati orang. Kemudian ada Bayu, dia adalah ketua MPR-nya. Orangnya koleris abis. Tegas, disiplin. Ada juga yang kalem, dia adalah Hudzaifah, si wajah cahaya; begitulah yang lain menjulukinya. Plegmatis dan tekun. Cocok sekali dengan tugasnya yang berbidang administrasi. Selanjutnya ada Syahrul. Sang ustadz bagi semua. Dialah yang penampilannya paling sederhana diantara mereka. Tugas tetapnya adalah menutup majelis dengan senandung robithoh (baca: do'a pengikat hati) dari suaranya yang khas, menentramkan. Karena dialah yang pertama kali hafal doa ini, sebelum akhirnya yang lain tertular hafal dan menyukai doa ini. Terakhir ada Dewa, pelengkap kebahagiaan bagi keluarga ini. Dialah yang paling periang. Dialah yang paling suka bergerak cepat. Sanguinis dan kadang sedikit melo.

“Mereka orang-orang yang saling mencintai dengan ruh Allah, bukan karena hubungan sedarah, atau karena kepentingan memperoleh kekayaan. Demi Allah, wajah-wajah meraka adalah cahaya. Mereka takkan merasakan ketakutan, ketika banyak orang ketakutan dan tak akan bersedih bila umat manusia bersedih” (HR. Ahmad)

Distribusi tugas-tuigas kepahlawanan rata ada di sana. Saling melengkapi, saling memberi, secara tidak langsung saling mengajari tentang banyak hal, tentang banyak kebaikan.

Karena itu dalam setiap pertemuan usroh itu, karena dalam setiap pertemuan mentoring itu, Karena dalam setiap forum ukhuwah itu, apapun namanya. Tidak langsung tapi sangat nyata kita akan belajar banyak dari orang di dalamnya. Kita akan menyadari bahwa ketika kita tidak bisa selancar orang lain, maka kita akan dapat motivasi untuk belajar lagi tentang teknik komunikasi. Dan seterusnya. Karena memang seperti itulah seharusnya forum ukhuwah kita.

Dan pasti ketika kuncup-kuncup cinta mulai tumbuh dan bermekaran dalam forum itu. Maka setiap pertemuan adalah pengisian semangat yang luar biasa efektif bagi semua. Ketika kuncup-kuncup cinta mulai bermekaran di sana, rindu-rindu pekanan kita akan terasa semakin menuntut terpenuhi. Dan yang lebih penting lagi dari semua itu ketika forum kecil ukhuwah kita itu mulai ada cinta: kualitas dakwah kita di dunia nyata akan semakin meningkat.

Suatu hari Mas Arno datang dengan secarik kertas persegi, terpotong rapi. Kertas itu bertuliskan: “Arul, Bayu, Huda, Syahrul, Dewa aku mencintaimu karena Allah”. Sederhana, kerja kecil kelihatannya. Tapi lihat dampak psikologis atas laku kecil itu tadi. Ada lima jiwa yang menggebu semangat menanti tugas kebaikan.

Dakwah tidak pernah mengajarkan kita memahaminya secara parsial, maka begitulah forum ukhuwah itu. Keluarga itu, melakukan tugasnya. Dalam setiap pertemuannya selalu ada tukar informasi saling memahami bentuk kerja di lain bagian bahtera itu. Laun semua jadi semakin faham atas cara kerja keseluruhan bahtera mereka itu. Semua jadi semakin memahami bentuk integritas kerja dari masing-masing bagian yang mereka kerjakan. Dan secara tidak langsung manfaat paling utama dari semua itu adalah peningkatan kualitas kerja di bagian mereka sendiri. Karena mereka sudah punya gambaran global akan arah perjuangan keseluruhan behtera itu.

Karena ukhuwah adalah energi kuat untuk mengikat semua potensi dari masing-masing bagian mereka, lalu menyalurkan kembali energi itu dengan lebih kuat kembali pada mereka.

Karena semua potensi atas masing-masing mereka menjadi lebur dalam forum itu. Menjadi saling tertular pada yang lain. Bersinergi kuat, meski pada alam nyatanya energi itu lebih sering keluar sendiri-sendiri pada masing-masing mereka, di bagian kerja masing-masing mereka.

Selamat tinggal dunia
Bila tak ada lagi teman sejati
Yang jujur tepat janji, dan saling mengerti

(Imam Syafi’i)

Dan terkahir yang selalu menjadi bagian akhir pertemuan itu, karena urusan mengikat hati adalah hak preogratifnya Allah SWT. Mari kita tutup kisah mereka dengan senandung indah (baca: do'a Rabithah) ini:

Ya Allah,
Sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan cinta hanya kepada-Mu
Bertemu untuk taat pada-Mu
Bersatu dalam rangka menyeru di jalan-Mu
Dan berjanji setia untuk membela syariat-Mu
Maka kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Allah
Abadikan kasih sayangnya
Tunjukanlah jalannya
Dan penuhilah dengan cahaya-Mu yang tak pernah redup
Lapangkanlah dadanya dengan limpahan iman dan keindahan tawakkal kepada-Mu
Hidupkanlah dengan ma’rifat-Mu
Dan matikanlah dalam keadaan syahid di jalan-Mu
Sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik pelindung dan sebaik baik penolong. Amiin
Semoga shalawat serta salam selau tercurah kepada Muhammad SAW keluarga dan semua sahabatnya”

Waalahu A’lam bishawab.[]


*Salah satu Pembinaan Mahasiswa yang beraktivitas di Mesjid Salman ITB. Ada pula Tatsqif, Tahsin, Tahfidz, Training dan Diklat.
**Mahasiswa Farmasi ITB Tingkat Akhir, Alumni Al Amin Tasikmalaya angkatan pertama (tahun 2004)

Tulisan ini disalin dari Buletin SAUJANA, Tim Pembinaan Anggota Pembina Keluarga Remaja Islam Mesjid Salman (KARISMA) ITB edisi: 4 Juni 2006
Pemaknaan Gramatikal terhadap Istilah bahasa Arab: Usroh (harfiyah: Keluarga)
Kesan atau pendapat silahkan reply di E-mail: maman_faitb@yahoo.com


Bismillaah...*

(gambar di grab dari sini)

Berawal dari sebuah perintah menjadi sebuah kabiasaan hidup. Hidup adalah perjalanan melakukan perintah-perintah Tuhan yang telah menciptakan segala yang hidup. Membaca basmalah merupakan sebuah perintah suci dari Alloh yang Maha Suci.
Membaca basmalah berarti menyebut nama Alloh dan senantiasa mengingat-Nya. Dalam wahyu yang pertama kali diturunkan kepada nabi MuhammadSAW., Alloh memerintahkan supaya menyebut nama-Nya. Menyebut nama Tuhan yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Maka sudah menjadi keharusan bagi kita untuk membiasakan membaca basmalah pada setiap permulaan pekerjaan kita.

Pernah saya alami sebuah peristiwa yang sangat erat kaitannya dengan basmalah ini. Peristiwa ini terjadi saat saya masih menjadi santri di Pondok Pesantren Al Amin Tasikmalaya. Sudah menjadi ketetapan bahwa waktu itu saya mendapatkan tugas mencetak jadwal pengajian rutin untuk seluruh santri dari koordinator bidang kurikulum. Tugas itu saya terima sore hari setelah sholat Ashar dan harus selesai setelah Isya untuk disosialisasikan kepada seluruh santri. Waktu yang sangat sempit bagi saya untuk menyelesaikan tugas yang rumit ini.

Saya laksanakan tugas ini walaupun dengan terburu-buru. Angka demi angka, huruf demi huruf saya tempatkan pada tempat yang semestinya. Menguras kejelian dan kehati-hatian karena sangat rawan terjadi kekeliruan. Saya ikuti terus satu-persatu susunan angka-angka dan deretan huruf-huruf itu. Saya periksa berulang-ulang hingga yakin semuanya sesuai dengan semestinya.

Waktu Isya pun tiba. Saya dipanggil oleh pimpinan pesantren, H. Wawan Setiawan, MA. Saya sudah siap dengan jadwal pengajian yang akan disosialisasikan malam itu. Saya serahkan jadwal itu dan saya kembali ke kantor untuk mengerjakan tugas yang lain. Di pertengahan acara saya dipanggil dan diminta menghadap beliau. Saya tidak tahu sama sekali apa yang akan disampaikan beliau kepada saya.

Saya datang ke tempat acara dilangsungkan. Saya segera menghadap beliau. Tanpa saya duga, beliau mengingatkan saya tentang tulisan basmalah di bagian atas jadwal tersebut. "Kade hilap bismillahna di dieu!", dengan nada bijak sambil menunjuk pada bagian atas kertas jadwal pengajian tersebut dan meminta saya mencetak ulang jadwal itu. Dengan senang hati saya cetak kembali jadwal itu lengkap dengan basmalah di bagian atasnya. Setelah itu saya serahkan kembali jadwal itu kepada beliau.


Itulah sebuah pengalaman yang masih saya ingat sampai sekarang. Betapa pentingnya basmalah dan mengingat Alloh. Baik itu dalam tulisan maupun dalam lisan dan pikiran karena pikiran adalah pancaran hati.

Marilah kita membiasakan diri membaca basmalah dalam setiap kegiatan kita. Semoga Alloh SWT memberikan Rahmat serta Taufiq-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabb...

Wallohu A'lam...


*Dari Admin

Senjata Itu Bernama Istiqomah*

Oleh Yopi Nurdiansyah Z**

Rasanya tidak ada hal yang paling diidamkan oleh seorang muslim dalam kehidupan di dunia ini selain istiqomah. Istiqomah merupakan suatu proses perjuangan seseorang untuk senantisa berjalan diatas jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Dalam kehidupan yang penuh dengan polemik dan masalah ini, pasti setiap orang pernah merasakan kejanggalan dan hambatan ketika mengerjakan segala hal yang diperintahkan oleh Allah SWT. Oleh karena itu seorang muslim memerlukan satu senjata yang ampuh sebagai bekal hidupnya dalam menghadapi hambatan tersebut, dan senjata itu adalah 'Istiqomah'.

Allah SWT berfirman: "Beristiqomahlah sebagaimana engkau diperintahkan" (Hud: 112). Pada ayat lain: "Sesungguhnya orang-orang yang berkata Tuhan kami adalah Allah kemudian mereka beristiqomah maka mereka tidak akan takut dan bersedih. Merekalah calon penghuni surga yang kekal di dalamnya sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan" (Al-ahqaf, 113-114)

Dari ayat di atas disebutkan bahwa istiqomah itu memang diperintahkan karena sangat diperlukan dalam kehidupan. Kemudian Allah menegasakan bahwa orang-orang yang istiqomah akan diberikan balasan yang tiada tara yaitu surga yang kekal, di dalamnya terdapat kenikmatan tiada terputus. Sehingga pantaslah mengapa banyak diantara para sahabat yang dijanjikan syurga oleh Allah SWT. Ya, karena mereka adalah orang-orang yang beristiqomah dalam keta'atan dan keimanan kepada Yang Maha Rahman.

Suatu hari Rosulullah saw ditanya oleh salah seorang sahabatnya yang bernama Abu 'Amr Sufyan bin Abdillah. Ia berkata: "Ya Rosulallah, katakanlah kepadaku suatu perkataan yang aku tidak akan bertanya tentang perkataan itu selain kepada engkau". Rosulullah berkata: katakanalah: "Aku beriman kepada Allah kemudian beristiqomahlah" . (HR. Muslim)

Bertolak dari hadits ini dapat kita ambil suatu hikmah, yaitu berupa pelajaran berharga yang dicontohkan oleh salah seorang sahabat Rosul. Pertama, sikap tawadhu dan percaya diri. Bagaimana sahabat Sufyan bin Abdillah ini tidak malu untuk bertanya kepada Rosulullah tentang hal yang sangat penting dalam hidupnya dan percaya diri untuk bertanya karena dengan bertanya tidak akan membuatnya hina dan dianggap bodoh. Karena biasanya orang sombong itu tidak mau dan gengsi untuk bertanya, ia merasa paling tahu dan ingin selalu menjadi orang paling tahu dengan tujuan hanya ingin dikenal bahwa ia orang pandai. Namun para sahabat jauh dari sifat angkuh seperti itu, karena mereka melaksanakan apa yang Allah printahkan dalam Al-quran "Bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui".

Kedua, bertanya kepada orang yang tepat dan kapabel tentang masalah tertentu. Bertanya kepada orang yang memang paling mengetahui tentang masalah yang akan ia tanyakan. Karena jika sesuatu disandarkan kepada orang yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancuran. Tidak menjadi orang yang sok tahu ketika ditanya.

Selain itu kita bisa mengambil teladan Rosulullah yang mulia dalam hadits ini yaitu Rosul menjawab dengan singkat namun penuh makna, dan menjawab sesuai dengan apa yang ditanyakan oleh si penanya. Tidak dijawab dengan panjang lebar namun langsung kepada inti permasalahan yang ditanyakan.

Ini adalah suatu sikap yang bijaksana dan tidak semua orang dapat melakukannya. Tidaklah muncul kecuali dari orang-orang pilihan Allah yang telah dipilih untuk menjadi teladan dan petunjuk bagi manusia dan alam semesta. Rosulullah adalah manusia yang telah ditetapkan dalam Al Quran untuk menjadi teladan, ikutan, panutan dan superstars yang jika kita berusaha untuk mengikutinya maka jaminannya adalah kebahagian yang besar dan agung, yaitu ketenangan menjalani hidup di dunia dan kelezatan tiada tara di akhirat sana.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis mengajak kepada pembaca budiman agar senantiasa berusaha untuk beristiqomah dalam ibadah dan tha'ah. Perubahan yang dilakukan adalah suatu keniscayaan untuk menuju perbaikan yang bermanfaat pada masa depan. Masa yang dinantikan oleh orang-orang tercinta disekitar kita, ketika kita memimpim umat berlandaskan keimanan dan keistiqomahan.[]


* Diambil dari mailist Al Amin Cairo
** Mahasiswa al-Azhar program S1 Tafsir wa 'Ulum Al Quran tingkat akhir

Indahnya Alam Raya

Pemandangan yang indah

Dari Admin